“KITA ADALAH JUARA"
Edisi 007
|
|
|
|
|
|
|
19 Oktober 2012 / Th. I
|
|
03 Dzulhijjah 1433 H
|
|
Jadilah yang terdepan bukan
pengekor,
Allah Berfirman:
“Dan sungguh Kami telah
menciptakan anak cucu Adam, dan kami angkut mereka di darat dan di lautan, dan
Kami telah memberikan rizki yang baik
bagi mereka, dan Kami teleh lebihkan mereka dari antara makhluq-mahluq yang
telah kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna” (QS. Al-Israa [17] : 70)
Sungguh
potensi yang diberikan Allah Swt kepada
manusia begitu besar, bahkan hampir tak terbatas. Potensi yang selama
ini masih tertidur itu tak terbayangkan oleh menusia itu sendiri. Begitu
besarnya potensi yang tersimpan Untuk kita, hingga Allah Swt menyebutkan
sebagai “kelebihan yang sempurnya” seperti ayat di atas.
Ketika ramai-ramai orang
merayakan tahun baru masehi dengan meniup terompet, menyalakan kembang api,
pesta semalam suntuk. Orang-orang mengikutinya. Bahkan di kampung yang paling pelosok sekalipun,
masyarakat ikut keranjingan merayakan malam penrgantian tahun dengan pesta
dangdut hingga dinihari.
Mengapa kita suka ikut-ikutan
padahal kita tak tahu persis apa manfaat dari apa yang kita ikuti? Mengapa kita
tidak mau mencoba menyajikan sesuatu
yang baru , lebih Islami, lebih memberi manfaat?
Ketika
Masjid Al-Aqsa terrancam dikuasai kamu Yahudi, dan masyarakat gaza menderita
kelaparan karena embargo ekonomi yang berkepanjangan yang dilancarkan Israel
dan sekutunya, kita malah masih enggan mengeluarkan satu rupiah harta kita
untuk mereka. Bahkan, sekedar melantunkan doa-doa dalam setiap sujud untuk
pembebasan Palestina dari penjajahan Israel , kita masih malas.
Mengapa
kita enggan berlomba-lomba dalam kebaikan, apalagi berusaha tampil menjadi sang
juara dalam amal ibadah? Mengapa kita lebih suka mengikuti sesuatu yang
terlihat indah padalah banyak mudhoratnya? Tampil terdepan dalam kebajikan
sesungguhnya adalah fitrah manusia. Seorang Muslim yang disebut oleh Allah Swt
sebagai “sebaik-baiknya umat”, pantang menjadi pengikut sesuatu yang ia tak
paham manfaat dan mudharatnya, Mereka pantang menjadi pengekut. Mereka akan
berusaha tampil terdepan dalam amar ma’ruf nahi mungkar.
Menjadi Yang Terdepan
Kelebihan
yang demikian sempurna itu dimaksudkan agar manusia dapat mengemban amanah
kekhalifahan di muka bumi dengan baik dan sempurna. Sebagai wakil Allah Swt. di
muka bumi, manusia dikaruniai segenap kemampuan untuk meneladani sekaligus
mengaplikasikan salah satu sifat dan Asma Allah, yaitu Al-Awwal, Yang Maha
Pertama.
Manusia, dengan segala kelebihan
yang dikaruniakan Allah Swt. Kepadanya, memang tak akan pernah mampu
meneladani al-awaal dalam arti yang
sebenar-benarnya Akan tetapi, dalam batas-batas
tertentu, manusia bisa menjadi pioner,
perlopor,, pemula,, atau inisiator pertama. Mereka bisa menjadi yang terdepan
dalam setiap prestasi kehidupan.
Setiap
kita sesungguhnya telah didesain oleh sang pencipta untuk menjadi juara dalam bidang dan potensi masing-masing yang
kita miliki. Dengan menjadi nomor satu kita menjadi eksis, tidak sekadar ada.
Keberadaan kita diakui dan menjadi berarti. Tidak ada seorang pun di antara
kita yang mau hidup apa adanya. Kita semua pasti ingin eksis dalam arti yang
sebenar-benarnya. Kita ingin keberadaan kita menggenapkan , dan ketiadaan kita
adalah sebuah kehilangan. Tak seorangpun ingin “adanya seperti tidak adanya”.
Tidak dicari ketika tiada, tidak dibutuhkan ketika ada, (pepatah minang
mengatakan “Rang Sumando Lapiak Buruak”).
Kompetensi
dalam hidup adalah sebuah keniscayaan. Siapapun yang hidup di dunia bersaing
untuk menjadi yang terbaik dalam
bidangnya masing-masing. Alqur’an bahkan menggunakan istilah “musabaqah”
(pacuan kuda) untuk memacu manusia dalam berprestasi. Allah Swt, berfirman:
“Maka berlomba-lombalah kalian
dalam kebaikan.”
(QS. Albaqarah[2] : 148)
Konsekwensi
setiap perlombaan adalah lahirnya sang juara, di samping pecundang. Kenyataan
logis ini mengharuskan kita untuk senantiasa berlari, mengejar setiap
ketertinggalan dan melakukan lompatan untuk bisa menjadi yang terdepan. Tidak
mudah, memang. Tapi itulah konsekwensi hidup yang harus kita jalani sebagai
khalifah-Nya dimuka bumi.
Kenali Diri
Tidak
diragukan lagi, setiap kita pasti ingin memenangi setiap kompetisi yang kita
ikuti. Untuk itu, sebelum kita melangkah, terlebih dahulu harus kita kenali
“siapa dan apa kelebihan yang kita
miliki”. Dari kelebihan itulah kita bangun kekuatan yang kokoh. Kita hanya bisa
menjadi pemenang jika kita berangkat dari kekuatan diri kita sendiri. Yang
perlu diperhatikan di sini, kemenangan
kita yang sebenarnya bukanlah mengalahkan orang lain, tapi kemenangan
yang sejati adalah ketika kita mengalahkan musuh yang ada pada diri kita
sendiri, yaitu ego, hawa nafsu, sifat malas, mudah menyerah, kurang berani,
mudah puas, gampang putus asa, merupakan musuh yang ada pada diri kita sendiri,
Sebelum berkompetisi dalam dunia nyata, maka musuhilah nafsu buruk kita
sendiri.
Maka,
benarlah apa yang disampaikan oleh Rasulullah Saw ketika pulang dari perang
badar ketika beliau bersabda :
“raja’naa min jihaadil asghar ila
jihadil akbar”, baru saja kita kembali
dari jihad kecil menuju kepada jihad yang lebih besar,. Menjawab pertanyaan
Sahabat tentang jihad yang lebih besar itu, belau menegaskan, jihad dimaksud
adalah jihad menghadapi hawa nafsu.
Dalam
mengenali diri kita juga harus “bisa merasa” tidak hanya “merasa bisa”. Dengan
sikap ini , insya Allah, kita akan terhindar dari sifat takabbur atau
menyombongkan diri. Kita juga tidak terjebak pada sikap over estimate (percaya
diri berlebih-lebihan), juga tidak under estimate (ragu-ragu dan tidak percaya
diri). Kita bisa menilai diri kita secara jujur dan objektif.
Di balik kelebihan yang
dikaruniakan Allah kepada kita yang wajib kita syukuri, kita juga wajib
menyadari bahwa dalam diri kita terdapat berbagai kelemahan dan kekurangan.
Kelemahan itu mengharuskan kita untuk berbagi, saling mengisi, saling
bersinergi dengan orang lain. Dengan demikian, kemenangan yang kita tuju dan
kita kehendaki adalah kemenangan bersama demi kedamaian dan cinta bagi sesama
makhluk di muka bumi.
Membangun Impian
Sebelum
membangun Madinah, Rasulullah Saw. Di isra’mi’raj-kan oleh Allah Swt dalam suatu
perjalanan ruhaniah yang spektakuler. Dalam waktu hanya semalam, Rasulullah Saw
diajak untuk berjalan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, lalu perjalanan
dilanjutkan ke atas hingga Shidratul muntaha. Tujuan perjalanan ruhaniah ini,
dijelaskan Alqur’an , adalah “linuriyahu min ayatina”. Setelah Mi’raj,
Rasulullah Saw mempunyai gambaran yang jelas dan utuh mengenai masa depan dunia
yang hendak dibangun. Dunia yang beliau impikan sudah disaksikan melalui
perjalanan agung tersebut, Jelas, ini bukan sekadar mimpi. Ini lebih dari
mimpi.
Orang-orang
yang sukses pasti mempunyai impian, meskipun tidak setiap orang yang punya
impian itu selalu sukses. Namun demikian, dengan impian itu kita telah
membentangkan jalan kehidupan yang akan kita tempuh, jalan yang menjadikan kita
ingin dikenang seperti apa, dan jalan yang akan menuntun ke arah mana kta akan
belabuh. Dengan impian itu kita tergiring untuk bergerak dan berusaha keras
untuk mewujudkannya. Impian yang besar, benar, dan mulia, akan menjadi magnet,
motivasi, keyakinan, dan dorongan yang kuat untuk mewujudkannya, Suka duka
mewujudkan inpian itu sekaligus menjadi hiburan, kesenangan, sekaligus obat
dari stress.
Mewujudkan
impian yang besar benar, dan mulia akan mengantarkan kita pada sukses belajar,
karir, bisnis, dan kekayaan, sekaligus membentuk karakter, menjadi manusia
beguna bagi sesama. Maka kita harus membayar harganya terlebih dahulu agar
impian kita tercapai. Sebaliknya, jika kita tidak memiliki impian yang jelas,
hanya sekadar lamunan dan khayalan, maka
kita dapat diibaratkan berlayar tanpa arah, berjalan tanpa tujan, dan
hidup tanpa makna.
Kita
akan mudah terombang-ambing oleh berbagai situasi dan keadaan. “Bagaikan buih
di lautan yang terombang-ambing kesana ke mari, mengikuti arah ke mana angin menuju.”
Tujuan yang Jelas
Tujuan
adalah tempat di mana kita akan istirahat sejenak untuk sementara waktu di
terminal-terminal kecil untuk mensyukuri keberhasilan-keberhasilan jangka
pendek yang berhasil kita lalui sembari melepas lelah demi menyiapkan perjalanan
selanjutnya. Tujuan adalah proses atau mata rantai dari sebuah impian. Tujuan
akan memandu kita untuk sampai pada impian yang kita canangkan. Dengan
demikian, tujuan bukan segala-galanya, tapi tujuan sangat penting untuk memandu
keberhasilah menuju impian.
Walaupun
tujuan hanyalah berupa terminal-terminal kecil yang harus disinggahi, tapi
tujuan mempunyai kekuatan yang jauh lebih besar. Ibarat bermain bulu tangkis,
pengumpulan poin demi poin itu sangat penting. Nilai 15 merupakan akumulasi dari setiap poin yang
bisa diraih. Jangan bermimpi mendapat poin 15 jika tidak diawali dengan poin
satu terlebih dahulu. Begitu kata sang Juara
Dunia Rudi Hartono kala bisa menang setelah ketinggalan 1-14 dari
lawannya.
Akhirnya, menjadi juara dalam
suatu perlombaan itu mudah, akan tetapi mejuarai semua perlombaan itulah
tantangan kita yang sebenarnya, “Bukankah hidup kita adalah sebuah rangkaian
perlombaan, bukan satu atau dua perlombaan saja?”
Allah Swt bergfrman:
“Yang menjadikan mati dan hidup,
supaya Dia menguji kamu, siapa di antar kamu yang lebih baik amalanya, Dan Dia
Maha Perkasa lagi Maha Pengamoun” (Al-Mulk [67] :2)
Tiada waktu bagi kita untuk
bersantai, kecuali kita harus bekerja keras dan sungguh-sungguh, merajut benang
yang terputus, membenahi segala kekurangan, memenangkan setiap perlombaan,
menjadi juara sepanjang waktu…Insya Allah..
kita menjadi “Master the Future”
(penguasa masa depan) Dunia dan
Akhirat.. Ammin... (Edisi 009. ZD
Lubis)
SUSUNAN REDAKSI
Pelindung : Sutrisman, Bc.IP, SH
Ketua : Maulana Lutfianto Amd IP SH.
Wakil Ketua : David Anderson Amd IP SH.
Bendahara : Masrialdi
Team Redaksi : Eddy Junaedi, ZD Lubis, Ridwan M. Thayib
Editor : Heri Fadrianto M. Ag
Alamat : Jl. Trans Tembesi – Barelang B A T A M Kepulauan Riau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.