SELAMAT DATANG DI WEBSITE RESMI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA BATAM

Jumat, 02 November 2012

SUARA AT-TAUBAH “MENGENAI IMAM SHALAT”

MENGENAI IMAM SHALAT”
Edisi 009

02 NOVEMBER 2012 / Th. I
17 Dzulhijjah 1433 H
Siapa yang paling berhak maju menjadi imam shalat? Tentulah bukan orang sembarangan. Tetapi seorang Imam harus Cakap.
                Shalat berjamaah sangat dianjurkan dalam agama. Mengingat derajatnya yang berlipat-lipat bila menjalankannya dibandingkan dengan shalat sendirian. Namun hal utama yang mensti diperhatikan adalah imam shalatnya tidak boleh asal, melainkan harus orang yang benar-benar layak dijadikan imam. Sebab, imam merupakan pemimpin shalat bagi jamaahnya.

                Karena tidak boleh sembarangan maka seorang imam mengerti betul kenapa harus menjadi imam. Dia harus cakap dalam bidang agama, terutama bagus bacaan Alqur’annya dan paham hukum Islam. Kelak, ada pertanggung-jawaban yang bakal dimintainya menyangkut apa yang dipimpinnya. Benar atas kepemimpinannya, akan berimbas baik pula terhadap dirinya. Sebaliknya, salah memimpinnya akan kembali pula pada dirinya.

Mengetahui Alqur’an dan Paham fiqih
                Orang paling baik bacaan Alqur’annya adalah orang yang paling berhak maju ke depan menjadi imam, meskipun masih sangat muda, Begitu literature-literatur  fiqih berbicara. Mengetahui dan hafal Alqur’an menempati rangking pertama terkait syarat menjadi imam.
                Karena itu, seseorang yang bacaan Alqur’annya tidak bagus, tidak sah diangkat menjadi imam dalam shalat. Arti bacaan tidak bagus atau tidak fasih di sini adalah seseorang yang tidak bisa membaca Alqur’an sebagaimana semestinya, tidak sesuai makhraj-nya, bahkan lafaznya bisa mengubah arti yang sesungguhnya.
Tapi di dalam Fiqih Ibadah, Syaikh Hasan Ayyub  menerangkan bahwa arti orang yang bagus bacaan Alqur’annya adalah orang yang lebih banyak hafal Alqur’an dari pada yang lain. Orang tersebut sanggup menghafal bacaan dengan sangat bagus, karena kesepakatan  para ulama, imam yang bacaannya salah sehingga dapat mengubah makna itu hukumnya haram.
                Malahan orang yang lebih banyak hafal Alqur’an lebih diprioritaskan sebagai Imam shalat dibandingkan orang yang lebih mengetahui fiqih asalkan orang teersebut juga memiliki pengetahuan ilmu fiqih. Kalau tidak punya ilmu fiqih, ia tidak boleh menjadi imam walaupun hafal Alqur’an sekalipun. Inilah pendapat Imam Abu Hanifah serta Imam Ahmad.
Dari Abu Sa’ad,  Rasulullah Saw bersabda :
“Jika mereka bertiga, maka hendaklah mereka mengangkat sebagai imam salah seorang diantara mereka, dan yang lebih berhak menjadi imam salah seorang di antara mereka ialah orang yang fasih bacaanya” (HR. Muslim)
                Beda dengan pendapat diatas, Imam Asy-Syafi’i dan Imam Malik memiliki pendapat sebaliknya. Justru orang yang ahli fiqih itulah yang semestinya lebih diutamakan sebagai imam ketimbang yang lebih mengetahui Alqur’an saja. Pendapat kedua ini memaknai lafadz “aqra ‘uhum” (bagus bacaannya) dengan orang yang lebih tahu tentang hukum Islam (lihat Ensiklopedi Hukum Islam 2).
                Dalam masalah imam shalat, pegetahuan tentang masalah agama lebih dibutuhkan daripada kefasihan membaca Alqur’an saja. Dan orang yang paling punya kapasitas untuk menjaga  hal-hal yang benar seputar shalat adalah orang yang ahli fiqih. Bagaimana jadinya kalau seorang imam tidak menguasai masalah hukum agama, minimal masalah shalat berjamaah serta pernak-perniknya?
                Pada zaman Nabi Saw, menurut Imam Asy-Syafi’i, orang saat itu sangat paham Alqur’an sekaligus juga paham tentang fiqih. Para sahabat itu mendalami fiqih terlebih dahulu sebelum mendalami Alqur’an sehingga setiap orang di antara mereka yang menguasai Alqur’an pasti juga menguasai fiqih. Bukan sebaliknya.

Pertimbangan Lain
                Kedua hal penting itulah pertimbangan utama seseorang bisa diangkat menjadi imam. Akan tetapi, jika pengetahuan kitab Allah Swt dan pemahaman fiqihnya berimbang, barulah pertimbangan lain bisa diajukan.      Rasulullah Saw menganjurkan, jika mereka yang hadir memiliki kemampuan yang sama dalam hal bacaan, baik Alqur’an maupun pengetahuan fiqihnya, maka diutamakan orang yang lebih dulu berhijrah, lebih tua, serta orang yang tinggal di daerah tersebut.
Diriwayatkan dari Malik bin al-Huwairits, Nabi Muhammad Saw besabda:
“Barang siapa yang mengunjungi suatu kaum, jangan ia menjadi imam mereka. Biarlah yang mengimami mereka adalah salah seorang di antara mereka”       (HR. Imam Lima, kecuali Ibnu Majah)
                Demikianlah urutan-urutan yang bisa menjadi pertimbangan seseorang bisa diangkat menjadi imam shalat. Perlu diperjelas di sini, faktor usia juga penting karena bagian dari etika, orang muda untuk menghormati yang lebih tua.
                Tetapi, tentu saja pertimbangan ini biasa digunakan setelah melihat bacaan Alqur’an maupun fiqihnya sama bagusnya, serta pengetahuan tentang sunnahnya juga bagus. Sebab meski umur tua, tetapi jika bacaannya kalah bagus dengan yang muda, maka yang mudalah  (yang bagus bacaanya), semestinya memimpin shalat tersebut.
Sementara itu , maksud wilayah kekuasaan dalam hadits di atas adalah tuan rumah. Jadi di rumahnya  atau di kampungnya, tuan rumah yang cakap bacaannya lebih berhak menjadi imam shalat dari pada orang lain, kecuali jika ia sudah memberi izin kepada tamunya. Inilah etika dalam islam, memberikan penghormatan kepada tuan rumah terlebih dahulu asal memang pantas menjadi imam shalat.
At-Tirmizi pun menguatkan, sebagian besar ulama dari generasi sahabat nabi Muhammad  saw juga menerangkan bahwa tuan rumah itu lebih berhak menjadi imam shalat daripada tamunya. Kecuali bila tuan rumah telah member izin kepada tamunya, maka tidak apa-apa hukumnya sang tamu menjadi  imam dengan syarat kalau tamunya memang layak untuk dijadikan imam.
Akan tetapi, Imam Hanafi menambahkan unsur wara’ di dalamnya. Setelah baik bacaannya, serta baik pengetahuan sunnahnya, pertimbangan berikutnya adalah orang yang bisa menjaga  dirinya agar tidak jatuh dalam masalah syubhat.
Dari Abi Martsad al-Ghanawi, Rasulullah Saw bersabda:
“Rahasia diterimanya shalat  kamu adalah yang jadi imam (seharusnya) ulama di antara kalian, Karena para ulama itu merupakan wakil kalian kepada tuhan kalian,” (HR. At-Thabrani,AL- Hakim)
Kemudian dari Ibnu Umar, Rasulullah Saw bersabda:
“Jadikanlah orang-orang yang terpilih di antara kamu sebagai imam, karena mereka adalah orang-orang perantaraan kamu dengan Tuhanmu” (HR. Ad-Daruquthni)
Syeikh Ismail bin Abdul Mutallib Al-Asyi dalam kitab Jami’ul jawami’ mengatakan:
Tidak sah jadi imam diantaranya orang yang gagap, orang yang  tidak  jelas Makhrajnya, kecuali masih belajar, orang yang berhadas kecil dan berhadas besar, perempuan dan Khunsa tidak boleh diikuti laki-laki, orang yang bernajis, orang kafir, orang zindiq.

                Itulah beberapa catatan seputar syarat menjadi imam shalat. Bahwa tidak boleh  begitu saja menyerahkan seseorang sebagai imam shalat karena status sosialnya atau faktor usia saja, melainkan harus mempertimbangkan kriteria-kriteria di atas. Tepat memilih Imam, akan membuat jamaahnya lebih tenang dalam menjalankan shalatnya.  (Edisi 009 Mulyadi)          (Dari berbagai sumber)

SUSUNAN REDAKSI 
Pelindung                : Sutrisman, Bc.IP, SH 
Ketua                     : Maulana Lutfianto Amd IP SH. 
Wakil Ketua           : David Anderson Amd IP SH.
 Bendahara              : Masrialdi 
Team Redaksi : Eddy Junaedi, ZD Lubis, Ridwan M. Thayib 
 Editor                     : Heri Fadrianto M. Ag 
 Alamat : Jl. Trans Tembesi – Barelang B A T A M Kepulauan Riau. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

BERITA NASIONAL TERBARU